Total Tayangan Halaman

Kamis, 23 Desember 2010

PENILAIAN SEKTOR KEUANGAN : KHUSUSNYA SEKTOR PERBANKAN



Assessment of financial sector of bank aim to assess banking health measurement which can be done with qualitative approach to various aspects having an effect on to condition and development a bank, covers legal capital aspect, quality of productive asset, management, rentability and liquidity. Qualitative approach applied to evaluate condition a Commercial Bank and BPR accross the board is method CAMEL ( Capital Adequacy, Assets Quality, Management Quality, Earnings, Liquidity). Difference of weight calculation health appraisal of bank between commercial banks and BPR with method CAMEL only at legal capital aspect, for commercial bank, be 26 % weight CAMEL, but BPR 30%. Indicators from bank financial structure covers indicators system-wide, that is from size, wide, and composition from financial system; attribute indicators like competition, concentration, efficiency, and access; and level of scope, fill, and reachs more than target of of standard service. Standard health indicators of bank can be done with system FSIS, which good for monitoring quality of loan especially bank asset. FSIS applied to monitor monetary system to bankcruptcy convulsion and capacity to overcome it, especially banking sector. Standard health indicators ( FSIS) be monetary health indicators from finance companies a state, as does household associate friend and their company, and FSIS plays complicated role in appraisal of standard stability.

Keyword : Assessment, bank, method CAMEL, system FSIS, Krisis Perbankan

Latar Belakang
Era perbankan modern dimulai pada abad ke -16 di Inggris, Belanda dan Belgia.  Pada saat itu, para tukang emas bersedia menerima uang logam (emas dan perak) utuk disimpan. Tanda bukti penyimpanan emas ini ditunjukkan dengan surat deposito yang disebut  Goldsmith’s Note. Perkembangan selanjutnya, Goldsmith’s Note digunakan sebagai alat pembayaran. Kemudian para tukang emas mulai mengeluarkan  Goldsmith’s Note yang tidak didukung dengan cadangan emas atau perak dan diterima sebagai alat pembayaran yang sah dalam transaksi bisnis. Hal ini merupakan awal mula dari timbulnya uang kertas. Pelaku –pelaku yang ada saat itu terdiri dari konsumen, produsen, pedagang, raja-raja dan  aparatnya serta organisasi gereja yang membutuhkan jasa perbankan untuk memperlancar kegiatannya. Lembaga- lembaga keuangan melayani kebutuhan alat-alat pembayaran untuk memperlancar produksi berupa pinjaman jangka pendek dan jangka panjang.
Pada masa perbankan modern, pengaturan kredit dibagi menjadi tiga yaitu pinjaman penjualan, wesel dan pinjaman laut. Pinjaman penjualan khusus untuk membantu pembelian hasil panen dan para produsen dan berjangka pendek. Wesel (Bill of exchange) digunakan untuk pengiriman uang ke luar negeri. Sedangkan pinjaman laut ditujukan untuk para pembuat kapal dan merupakan pinjaman jangka panjang.
Perkembangan perbankan menunjukkan dinamika dalam kehidupan ekonomi, serta mengalami berbagai permasalahan. Masalah utamanya adalah  pengaturan system keuangan yang berkaitan dengan mekanisme penentuan volume uang yang beredar dalam perekonomian. Untuk mengatasi masalah ini, maka timbul paham merkantilisme dan paham liberalisme ekonomi. Hal ini yang mendorong timbulnya regulasi-regulasi perbankan karena praktek perbankan sangant berpengaruh terhadap jumlah uang.

Definisi Bank
Berbagai pendapat tentang definisi perbankan telah dikemukakan di bawah ini :
1. Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang berupa uang giral, (G.M. Verryn Stuart, 1920).
2. Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan asa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, (UU Pokok Perbankan 1967 pasal 1a).
3. Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberikan kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri atau dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga ataupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral, (UU No. 7 Tahun 1992 pasal 1, ayat 1 tentang Perbankan).
Lembaga keuangan yang saat ini paling besar adalah perbankan. Kelebihan perbankan yang utama dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya adalah diijinkannya mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk deposito. Posisi perbankan sangat strategis, karena merupakan lembaga keuangan yang paling utama diandalkan pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank terdiri atas dua jenis yaitu bank sentral dan bank komersial. Bank komersial beroperasi dengan tujuan memperoleh laba, sedangkan bank sentral merupakan bank pemerintah yang tugas utamanya mengatur jumlah uang beredar dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian nasional.
Di Indonesia pengelompokkan lembaga perbankan terus disempurnakan. Klasifikasi bank di Indonesia ditetapkan berdasarkan fungsi, kepemilikan dan status. Berdasarkan fungsinya, klasifikasi perbankan di Indonesia sudah semakin disederhanakan. Klasifikasi bank di Indonesia dulu seperti pada table 1. 
Tabel 1
Undang-Undan g No. 14/1967                          Undang-Undang No. 7/1992      
 

Bank Umum                                                    Bank Umum :
Bank Pembangunan                                         Bank Konvensional
Bank Pasar                                                       Bank Syariah 
Bank Desa                                                       Bank Perkereditan Rakyat
Bank Lainnya                                                    Bank Konvensional
                                                                          Bank Syariah    
Sumber : Manurung & Rahardja,2004

Bila ditinjau dari fungsinya, bank dibedakan menjadi bank umum dan Bank Perkereditan Rakyat (BPR). Bank Umum adalah bank  yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkereditan Rakyat (BPR) adalah bank  yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, (Manurung & Rahardja,2004:119) .
Perkembangan terbaru dalam dunia perbankan di Indonesia adalah mulai diberlakukannya penerapan prinsip- prinsip syariah dalam pengelolaan bank dan BPR di Indonesia. Penerapan prinsip syariah dalam pengelolaan perbankan di Indonesia berdasarkan UU No. 7/1992 merupakan pilihan, dalam arti bank boleh menggunakan prinsip konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Perbedaan paling prinsip antara bank yang dikelola dengan prinsip bank syariah disbanding dengan bank konvensional adalah dalam bank syariah tidak diterapkan system bunga. Penerapan prinsip syariah ini menambah pilihan masyarakat dalam menyimpan  asset finansialnya.
Ditinjau dari sisi kepemilikannya, bank dapat dibedakan menjadi bank nasional , bank asing  dan bank campuran. Bank nasional adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia. Bank asing adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh warga Negara lain meskipun beroperasi di Indonesia. bank campuran adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh warga Negara lain dan warga Negara Indonesia. Bank nasional sendiri terdiri dari bank yang dimiliki pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta nasional dan koperasi. Berdasarkan statusnya, bank dibedakan menjadi bank devisa dan bank non devisa. Bank devisa adalah bank yang diijinkan melakukan transaksi devisa. Sedangkan bank non devisa adalah bank yang tidak diijinkan melakukan transaksi devisa.

Fungsi Bank
Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan dengan harapan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat  serta sebagai prasarana pendukung yang amat vital untuk menunjang kelancaran perekonomian atau sebagai lembaga perantara (financial intermediary) yang mentransfer dana (loanable funds) dari unit surplus (lenders) kepada peminjam (borrowers).  Secara lebih specific fungsi bank terdiri dari :
1. Agent of Trust : Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan menitipkan dananya di bank jika ada unsure kepercayaan. Bagitu juga dengan pihak bank, bank akan menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat bila dilandasi unsure kepercayaan.
2. Agent of Development : Kegiatan perekonomian masyarakat di sector moneter dan sector riil tidak dapat dipisahkan, kedua sector tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Kegiatan bank berupa penghimpunan dana dan penyaluran dana sangat membantu kelancaran kegiatan perekonomian sector riil, dan memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa, karena  kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa tidak dapat dilepaskan dari penggunaan uang, serta merupakan kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
3. Agent of Services : Kegiatan bank yang memberikan penawaran jasa perbankan kepada masyarakat, yang berhubungan erat dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.

Bank Umum
Bank Umum merupakan bank yang paling banyak dan luas kegiatannya, mencakup :
1.      Menghimpun dana dari masyarakat (funding), berupa : giro (demand deposit), tabungan (saving deposit) dan deposito berjangka (time deposit).
2.      Menyalurkan dana ke masyarakat (lending), dalam bentuk antara lain : kredit investasi, kredit modal kerja dan kredit perdagangan.
3.      Memberikan jasa-jasa lainnya (services), seperti : transfer (kiriman uang), kliring (clearing), letter of credit (L/C), menerima setoran-setoran, melayani pembayaran-pembayaran.
4.      Kegiatan di pasar modal : penjamin emisi (underwriter), penjamin (guarrantor), wali amanat (Trustee), pedagang sekuritas (dealer).
Bank umum disebut sebagai lembaga keuangan depositori karena diijinkan mengumpulkan dana dalam bentuk deposito. Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), maka bank umum disebut sebagai  bank umum pencipta uang giral (BUPG). Bank umum sebagai lembaga keuangan, asset terbesar yang dimiliki bank umum adalah asset financial. Semakin besar asset yang dimiliki bank biasanya porsi aktiva tetapnya semakin kecil, dan sedikit sekali bank umum yang termasuk kategori bank besar, porsi aktiva tetapnya melebihi 5 % apalagi 10 % dari total asset. Aset utama bank umum adalah kredit yang disalurkan kepada debitur, bila kondisi normal asset ini mencapai 65% -75% dari total asset. Besarnya porsi kredit dalam asset bank umum disebabkan oleh aspek histories, keunggulan kompetitif dan tanggungjawab moral.

Bank Perkereditan Rakyat (BPR)
Perbedaan utama antara bank umum dan Bank Perkereditan Rakyat (BPR) adalah mengenai ruang lingkup kegiatan dan wilayah operasionalnya. BPR tidak diijinkan melakukan transaksi kliring, tidak dapat menciptakan uang giral sehingga kegiatan BPR tidak mempengaruhi jumlah uang beredar di Indonesia. 

Kegiatan utama BPR :
1.                Menghimpun dana : simpanan tabungan, simpanan deposito.
2.                Menyalurkan dana : kredit investasi, kredit modal kerja, kredit perdagangan
3.                Larangan-larangan bagi BPR : menerima simpanan giro, mengikuti kliring,
           melakukan kegiatan valas dan kegiatan perasuransian.

EVALUASI KINERJA BANK
Tujuan penilaian tingkat kesehatan perbankan (menurut BI) antara lain :
1.      Sebagai tolok ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank dilakukan sejalan dengan azas-azas perbankan yang sehat dan sesuai ketentuan yang berlaku.
2.      Sebagai tolok ukur bagi manajemen bank untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan perbankan baik secara individual maupun secara keseluruhan.
Analisis kinerja perbankan meliputi dua aspek : profitabilitas dan likuiditas. Profitabilitas mencerminkan seberapa besar kemampuan bank mencetak keuntungan. Sedangkan likuiditas mencerminkan seberapa besar kemampuan bank memenuhi kewajiban kepada nasabah, khususnya penarikan uang tunai dari deposito maupun tabungan masyarakat.
Pada umumnya ukuran profitabilitas yang digunakan adalah return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan net interest margin (NIM). Sedangkan untuk ukuran likuiditas yang digunakan adalah capital adequacy ratio (CAR).    
Angka return on asset (ROA) diperoleh dengan membandingkan laba tahun berjalan sebelum pajak dengan total asset. ROA dapat mencerminkan tingkat efisiensi pengelolaan bank. Return on equity (ROE) diperoleh dengan membandingkan laba tahun berjalan sebelum pajak dengan modal disetor (equity). Jadi perbedaan antara ROA dengan ROE hanya terletak pada pembaginya. ROE mencerminkan produktivitas dana yang diinvestasikan pemilik bank. Net interest margin (NIM) memberikan gambaran tentang persentase pendapatan bunga bersih (net interest income) dibagi total aktiva. Pendapatan bunga bersih adalah pendapatan bunga dikurangi biaya bunga. CAR adalah ukuran yang paling umum dipakai untuk menilai likuiditas sebuah bank, yang diperoleh dengan membandingkan modal yang disetor dengan total aktiva. Semakin tinggi CAR berarti semakin likuid bank, dan angka CAR akan semakin tinggi bila tingkat pertambahan modal yang disetor lebih tinggi dari tingkat pertambahan aktiva. 

Metode CAMEL
Metode yang digunakan BI untuk mengevaluasi kondisi sebuah Bank Umum dan BPR secara menyeluruh adalah metode CAMEL (Capital Adequacy, Assets Quality, Management Quality, Earnings, Liquidity). Dengan menggunakan metode CAMEL, tingkat kesehatan bank dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank, yang meliputi aspek permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas (CAMEL). Bobot setiap factor CAMEL,untuk bank umum dan BPR seperti pada table di bawah ini:
Ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kesehatan Bank Berdasarkan Sistem CAMEL


 

No.        Faktor CAMEL                                                   Bobot  %
                                                                      Bank umum                     BPR
1.         Permodalan                                            26                                 30
2.         Kualitas Aktiva Produktif                     30                                  30
3.         Kualitas Manajemen                             26                                  20
4.        Rentabilitas                                            10                                  10
5.        Likuiditas                                               10                                  10                 
Sumber : Bank Indonesia (Booklet Indonesia, 2002)

Perbedaan pembobotan perhitungan penilaian kesehatan bank antara bank umum dengan BPR hanya pada aspek permodalan. Untuk bank umum, merupakan 26 % bobot CAMEL, tetapi BPR 30%. Pemberian pembobotan yang lebih besar dipermodalan bagi BPR sukup relevan bagi kesehatan BPR maupun keamanan dana masyarakat yang disimpan. Menurut BI, indicator CAMEL yang berlaku hanyalah indicator pada bulan yang bersangkutan. Ada beberapa factor yang dapat menurunkan nilai CAMEL yaitu :
1.                  Pelaksanaan ketentuan yang sangsinya dikaitkan dengan penilaian kesehatan bank umum meliputi pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa Netto (PDN), sedangkan pada BPR hanya ketentuan BMPK.
2.                  Faktor-faktor yang dapat menurunkan nilai tingkat kesehatan bank menjadi tidak sehat, yaitu perselisihan intern, campur tangan pihak di luar manajemen bank (window dressing), praktik bank dalam bank, penghentian keikutsertaan kliring dan praktik perbankan lain yang membahayakan kelangsungan bank.
         Adapun tingkatan kesehatan BPR denggn menggunakan metode CAMEL  sbb:

                   Nilai Kredit                                                          Predikat
                    81 – 100                                                               Sehat
                    66 – 81                                                                Cukup Sehat
                    51 -  66                                                                Kurang Sehat
                      0 -  51                                                                Tidak Sehat
Sumber : Manurung & Rahardja, 2004

Untuk memperkuat struktur perbankan, maka dikeluarkanlah aturan yaitu API
(Arsitektur Perbankan Indonesia)
Guna mempermudah pencapaian visi API sebagaimana diuraikan di depan maka ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu:
1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.
2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.
3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
4. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional.
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat.
6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.

Tahap-tahap Implementasi API yang dimulai tahun 2004 :
Pilar I : Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional, meliputi : 
1 Memperkuat permodalan Bank
2 Memperkuat daya saing BPR
3 Meningkatkan akses kredit
Pilar II :Program Peningkatan Kualitas Pengaturan Perbankan, meliputi : 
1. Memformalkan proses sindikasi dalam membuat kebijakan perbankan
2 Implementasi secara bertahap
Pilar III : Program Peningkatan Fungsi Pengawasan, meliputi :
1 Meningkatkan koordinasi antar lembaga pengawas
2 Melakukan konsolidasi sektor perbankan Bank Indonesia
3 Meningkatkan kompetensi pemeriksa bank
Pilar IV:Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan Operasional Perbankan : 1.Meningkatkan Good Corporate Governance
2 Meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan
3. Mengembangkan sistem pengawasan berbasis risiko
4. Meningkatkan efektivitas enforcement
5. Meningkatkan kemampuan operasional bank
Pilar V : Program Pengembangan Infrastruktur Perbankan, meliputi :
1 Mengembangkan Credit Bureau
2 Mengoptimalkan penggunaan credit rating agencies
Pilar VI  :Program Peningkatan Perlindungan Nasabah, meliputi :
1 Menyusun standar mekanisme pengaduan nasabah
2 Membentuk lembaga mediasi independen
3 Menyusun transparansi informasi produk
4 Mempromosikan edukasi untuk konsumen, (Manurung dan Rahardja, 2004).

Indikator dari Struktur, Perkembangan, dan Kesehatan Lembaga Keuangan Bank.
1. Indikator Struktur dan Perkembangan Keuangan
Indikator dari struktur keuangan meliputi indikator system-wide dari ukuran, luas, dan komposisi dari sistem keuangan; indikator atribut seperti kompetisi, konsentrasi, efisiensi, dan akses; dan besarnya ruang lingkup, pemenuhan, dan mencapai lebih dari target dari jasa keuangan.
1.1.Indikator System-Wide
Struktur keuangan digambarkan dalam kaitannya dengan kumpulan dari komposisi,sektor keuangan dan atribut dari sektor individu yang menentukan efektivitas mereka dalam menemui para konsumen. Evaluasi dari struktur keuangan meliputi peran dari pejabat kelembagaan, mencakup bank sentral, bank komersil dan bank dagang, lembaga keuangan, bank tabungan negara. leasing, perusahaan asuransi, pegadaian, dana pensiun, dan pasar uang.  Keseluruhan ukuran dari sistem ini bisa dipastikan oleh nilai asset keuangan, baik dalam bentuk dolar yang absolut dan sebagai perbandingan dari produk domestik kotor ( GDP), perbandingan arti uang secara luas dengan GDP ( M2 ke GDP),  perbandingan kredit sektor swasta dengan GDP, dan perbandingan deposit bank dengan GDP ( deposits/GDP). Interpretasi tersebut juga diamati perbandingannya sebab keseluruhan ukuran dipengaruhi oleh status perkembangan ekonomi umum dan keuangan di negara-negara tertentu, (Mishkin and Eakins, 2000).
2. Indikator Kesehatan Keuangan
Indikator kesehatan keuangan ( FSIS) adalah indikator kesehatan keuangan  dari lembaga keuangan suatu negara, seperti halnya rekan pendamping rumah tangga dan perusahaan mereka, dan FSIS memainkan peran yang rumit dalam penilaian stabilitas  keuangan. FSIs (Financial Soundness Indicators) memasukkan kedua indikator yaitu data-data institusi individu yang dikumpulkan dan indicator yang mewakili pasar di mana lembaga keuangan beroperasi. Perhitungan FSIS digunakan dalam pengawasan macroprudential, yang mana untuk menilai dan memonitor  kekuatan dan kelemahan dari sistem keuangan.
 FSIS adalah suatu badan secara relatif baru dari statistik ekonomi yang memncerminkan pengaruh dari beberapa hal. FSIS dapat dilengkapi oleh berbagai indikator yang berbasis pasar/ market-based, yaitu indikator yang memandang ke depan tentang kesehatan dan tersedia dengan jumlah yang lebih tinggi.
2.1. FSIS untuk Perbankan
 FSIS dapat menyediakan informasi kuantitatif yang  bermanfaat bagi sektor perbankan dalam hal stabilitas atau kelemahan dari System. FSIS sektor perbankan dapat dikelompokkan menurut enam kondisi pokok bersifat potensial di kerangka CAMELS
( Capital Adequasy, Asset quality, Management soundness, Earnings and  profitability, Liquidity, and Sensitivity to market risk). Kebanyakan FSIS disusun dengan  mengumpulkan indikator microprudential bagi lembaga individu untuk menghasilkan suatu syarat pengelompokan seperti bank domestic, cabang lokal, cabang asing, bank pemerintah, atau FSIS keseluruhan system perbankan. Sedangkan sektor non bank  seperti perusahaan, sektor rumah tangga, dan asuransi dapat digunakan untuk menilai risiko kredit bank dan non bank yang timbul dari  kredit mereka. Masing-masing dari enam sub kelompok bank,  FSIS mempunyai suatu bagian yang berbeda di penilaian stabilitas. Indikator dari ketercukupan modal dapat digunakan untuk ukuran kapasitas dari sektor dalam mengantisipasi kerugian. Sebab resiko kemampuan membayar dari lembaga keuangan paling sering berasal dari kekurangan asset,  kategori yang kedua dari FSIS adalah mutu asset. FSIS di kategori ini memonitor mutu pinjaman dan khususnya timbul dari asset bank. Indikator manajemen effisiensi digunakan untuk mengetahui  pentingnya keserasian manajemen dalam memastikan kesehatan dan stabilitas dari bank. Berbagai data keuntungan, pendapatan, dan biaya dapat digunakan untuk mengukur income dan profitabilitas, sebab income menunjukkan adanya kemampuan untuk mengantisipasi kerugian tanpa menghilangkan modal. Pertumbuhan income atau laba yang cepat mengisyaratkan pengambilan resiko  yang berlebihan. Ukuran likuiditas menunujukkan kemampuan sistem perbankan untuk melawan goncangan arus kas. FSIS untuk likuiditas mengukur adanya aktiva lancar suatu bank dalam membiayai hilangnya pasar atau suatu outflow dari deposito. Ukuran likuiditas pasar juga dapat digunakan untuk memonitor likiditas dari surat-surat berharga utama yang ada di bank. Kemudian bank mengambil resiko pasar dari terus meningkatnya variasi operasi dan memposisikan dalam alat keuangan. Kepekaan untuk resiko pasar berubah dalam harga pasar, terutama tingkat bunga dan nilai tukar dan harga asset dapat diukur dari penggunaan informasi terbuka atas posisi netto, jangka waktu, dan tekanan hasil percobaan.
Krisis perbankan cenderung akan terjadi tidak lama sesudah terjadinya krisis mata uang. Ada tiga pendekatan dalam meramalkan krisis perbankan :
1.      Pendekatan ekonomi makro didasarkan pada gagasan di mana krisis disebabkan kebijakan ekonomi makro, dan berusaha untuk meramalkan krisis perbankan dengan menggunakan variabel ekonomi makro. Contoh,  krisis perbankan negara-negara besar menggunakan model logit multivariate dan dihasilkan bahwa cenderung terjadi krisis ketika pertumbuhan rendah dan inflasi tinggi, gabungan permasalahan sektor perbankan dan tingkat bunga riil tinggi, krisis neraca pembayaran, dan pelaksanaan hukum yang lemah, (Jagtiani, et.al.: 2003).
2.      Pendekatan neraca bank, berasumsi bahwa penyebab krisis perbankan dan kegagalan bank dapat diramalkan oleh data neraca (Sahajwala dan Van Berg, : 2000).
3.      Pendekatan indikator pasar, berasumsi bahwa hak kekayaan dan harga hutang berisi informasi kondisi bank di luar  data neraca. Model EWS berbasis pasar didasarkan pada landasan pemikiran  harga asset keuangan yang berisi informasi atas kepercayaan pasar tentang masa depan. Khususnya, harga pilihan mencerminkan kepercayaan pasar tentang harga masa depan dari  asset. Informasi ini dapat digunakan kemungkinan dari lalai. Keuntungan dari hak kekayaan dan data hutang adalah dapat tersedia dalam frekwensi tinggi dan itu perlu menyediakan penilaian masa yang akan datang (Bongini, et.al : 2002).

3. Menilai Stabilitas keuangan
 Pengertian stabilitas sistem keuangan adalah usaha untuk menghindari sejumlah besar kegagalan lembaga keuangan dan  gangguan serius fungsi perantara dari sistem keuangan: pembayaran, fasilitas tabungan , alokasi kredit, usaha memonitor para pemakai dana, mengurangi resiko dan jasa likuiditas. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas keuangan merupakan suatu rangkaian sistem keuangan yang dapat beroperasi dalam suatu kondisi stabil, atau di luar kondisi stabil ( Analisa stabilitas instability), dan dapat membantu mengidentifikasi ancaman stabilitas sistem keuangan serta untuk mendisain responses. Definisi ini sesuai kebijakan yang muncul sehubungan untuk menilai kesehatan dan kelemahan dari sistem keuangan, seperti :perekonomian negara, dan faktor penentu stabilitas kelembagaan dan kesehatan keuangan.  Hal ini mempertimbangkan apakah kelemahan barang yang dipamerkan sektor keuangan bisa menimbulkan suatu likuiditas atau krisis kemampuan membayar, memperkuat goncangan kebijakan macroeconomic. Monitoring dan analisa stabilitas keuangan melibatkan suatu penilaian dari kondisi macroeconomic, kesehatan dari lembaga keuangan dan pasar, pengawasan sistem keuangan, dan infrastruktur keuangan untuk menentukan apa kelemahan dalam sistem keuangan dan bagaimana mengaturnya. Kebijakan yang dapat diambil meliputi : pencegahan berkelanjutan (sistem keuangan  dalam kondisi stabil), tindakan perbaikan
( kondisi mendekati ketidakstabilan), dan resolusi ( kondisi mengalami ketidakstabilan).
3.1 Kerangka Analisa Penilaian dan Stabilitas Keuangan Secara Menyeluruh
 Kerangka analitik untuk memonitor stabilitas keuangan berada pada pengawasan macroprudential dan dilengkapi oleh analisa pengawasan dari pasar uang, serta hubungan macrofinancial dan pengawasan dari kondisi-kondisi macroeconomic.
Unsur-unsur yang berperan dalam analisa stabilitas keuangan.:
a.       Pengawasan pasar uang membantu menilai resiko bahwa  goncangan tertentu atau kombinasi dari goncangan akan memukul sektor keuangan. Model yang digunakan dari pengawasan    meliputi sistem peringatan dini  EWS (Early Warning Systems). Indikator yang digunakan di analisa ini meliputi data pasar uang dan data makro , serta variabel lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi indicator.
b.      Pengawasan macroprudential mencoba untuk menilai kesehatan dari sistem keuangan dan kelemahannya dari goncangan yang potensial. Teknik analitis kuantitatif yang digunakan untuk pengawasan macroprudential    adalah monitoring  dari indicator  kesehatan  keuangan ( FSIS) dan pelaksanaan dari pengujian tekanan. Teknik itu digunakan untuk menggambarkan kondisi-kondisi dari kelemahan sektor keuangan dan non keuangan. Analisa ini juga mendukung data kualitatif seperti mutu dari pengawasan penilaian dan ketahanan infrastruktur keuangan.
c.       Analisa hubungan macrofinancial mencoba memahami masalah yang dapat menyebabkan goncangan ekonomi makro melalui sistem keuangan. Analisa ini meneliti data neraca dari berbagai sektor ekonomi dan indikator kemampuan sektor swasta ( untuk menilai tingkat kemampuan pemilik pribadi dalam menyuntik modal baru dalam menutup kerugian melalui pengawasan macroprudential).
d.      Pengawasan macroeconomic juga memonitor efek dari sistem keuangan pada kondisi macroeconomic secara umum dan khususnya pada  ketahanan hutang, (Mishkin, 2001).

Analisa Indicators Kesehatan Keuangan
 FSIS digunakan untuk monitor system keuangan terhadap goncangan kebangkrutan dan kapasitas untuk mengatasinya, terutama sektor perbankan. Secara umum tersedia data untuk menyusun  FSIS yaitu FSIS untuk sistem perbankan dan FSIS untuk sektor non keuangan sebab kelemahan neraca dalam sektor itu adalah suatu sumber dari risiko kredit untuk bank dan merupakan langkah yang lebih awal untuk mendeteksi kebangkrutan sektor perbankan. Bank domestic diawasi oleh bank sentral Negara tersebut. Di dalam kelompok ini, bank umum, yang mempunyai suatu jaminan status, adalah secara khas dibedakan dari bank swasta, yang boleh gagal jika kerugian melebihi beberapa tingkatan minimum tentang modal dan konsekuensinya mungkin lebih cenderung akan dilikuidasi.
Analisa dari FSIS untuk Perbankan
 Hampir sebagian besar negara, bank merupakan inti dari sistem keuangan. Bidang indikator kuantitatif dapat digunakan untuk meneliti kesehatan dan stabilitas dari sistem perbankan, termasuk indikator kesehatan keuangan (indikator microprudential yang dikumpulkan), indikator yang berbasis pasar dari kondisi-kondisi keuangan, indikator kepemilikan struktural dan konsentrasi pola teladan, serta indikator macroeconomic. Bidang informasi yang kualitatif juga diperlukan untuk menilai sistem perbankan, mencakup kekuatan kerangka manajemen yang mana didasarkan pada penilaian dari Basel Core Principles, atau BCP), dari sistem pembayaran, akuntansi dan standar audit, infrastruktur yang sah/tentang undang-undang, likuiditas, kesehatan manajemen, dan jaringan keselamatan sektor keuangan. Analisis kuantitatif dari FSIS dapat dilengkapi dengan informasi dari penilaian efektivitas pengawasan sektor keuangan.

Assessments BCP menyediakan suatu wadah luas dari informasi yang bermanfaat  dalam menginterpretasikan FSIS, meliputi : 
a.       Informasi tersebut dapat memperjelas definisi dari data yang digunakan untuk menyusun FSIS , sebagai contoh, menandakan mutu modal.
b.      Informasi tersebut dapat membantu menetapkan dasar penyebab pergerakan yang diamati  dalam FSIS ketika ada pesaing.
c.       Dapat menyediakan informasi atas resiko, seperti operasional dan undang-undang penentu resiko yang tidak bisa ditangkap cukup menggunakan FSIS.
d.      Menyediakan informasi atas bagaimana efektifitas manajemen resiko bank’, bagaimana secara efektif sistem perbankan bereaksi terhadap resiko yang dihubungkan dengan nilai-nilai tertentu untuk FSIS.
Langkah-langkah analisa penilaian dari stabilitas dan pengembangan dapat diringkas :
1.      Menilai kondisi-kondisi di sektor  non keuangan dengan indikator kesehatan sektor keuangan dan struktur keuangan serta indikator akses.
2.      Menilai kebijakan macroeconomic, sektoral dan tax-subsidy yang mempengaruhi pengembangan dan stabilitas keuangan dengan peramalan analisa macroeconomic, indikator peringatan awal, indicator pasar financial,  pajak dan kebijakan sektoral.
3.      Menilai resiko dan kelemahan sistem keuangan:
a. Dengan analisa FSIS untuk bank, perusahaan asuransi, pasar surat-surat berharga, dan kunci lembaga keuangan non bank ( seperti timbulnya risiko kredit, resiko pasar, resiko likuiditas, dan resiko operasional seperti halnya ketersediaan modal, income, dan harta lancar  digunakan untuk melihat resiko.
b. indikator pengawasan yang berbasis pasar (monitoring market-based)
c. Pelaksanaan pengujian tekanan.
 4. Menilai pengembangan dan struktur sektor keuangan, mencakup jangkauan, persaingan dan akses, dengan menghubungkan hasil kwantitatif dengan indicator analisa struktural dan data pada akses ( data survey-based, jika tersedia).
5. Menilai kerangka undang-undang kelembagaan dan efektivitas operasional dari kebijakan, pengawasan dan infrastruktur keuangan, termasuk kelembagaan dan kebijakan pengembangan pasar, (Bank for International Settlements, 2001).


Kesimpulan :
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 
1. Penilaian tingkat kesehatan bank dapat dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank, meliputi aspek permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas. Pendekatan kualitatif yang digunakan untuk mengevaluasi kondisi Bank Umum dan BPR secara menyeluruh adalah metode CAMEL. Perbedaan pembobotan perhitungan penilaian kesehatan antara bank umum dengan BPR hanya pada aspek permodalan. Untuk bank umum, merupakan 26 % bobot CAMEL, tetapi BPR 30%.
2. Untuk memperkuat struktur perbankan, maka dikeluarkanlah aturan yaitu Arsitektur
     Perbankan Indonesia (API) yang mempunyai 6 pilar.
3. Indikator dari struktur keuangan bank meliputi indikator system-wide, yaitu dari ukuran, luas, dan komposisi dari sistem keuangan; indikator atribut seperti kompetisi, konsentrasi, efisiensi, dan akses; dan besarnya ruang lingkup, pemenuhan, dan mencapai lebih dari target dari jasa keuangan.
4. Indikator kesehatan keuangan bank dapat dilakukan dengan system FSIS, yang berguna untuk memonitor mutu pinjaman khususnya asset bank, untuk monitor system keuangan terhadap goncangan kebangkrutan dan kapasitas untuk mengatasinya, terutama sektor perbankan dan memainkan peran yang rumit dalam penilaian stabilitas  keuangan.
5. Tiga pendekatan dalam meramalkan krisis perbankan :
a.       Pendekatan ekonomi makro didasarkan pada gagasan di mana krisis disebabkan kebijakan ekonomi makro, dan berusaha untuk meramalkan krisis perbankan dengan menggunakan variabel ekonomi makro.
b.       Pendekatan neraca bank, berasumsi bahwa penyebab krisis perbankan dan kegagalan bank dapat diramalkan oleh data neraca.
c.       Pendekatan indikator pasar, berasumsi bahwa hak kekayaan dan harga hutang berisi informasi kondisi bank di luar  data neraca. Model EWS berbasis pasar didasarkan pada landasan pemikiran  harga asset keuangan yang berisi informasi atas kepercayaan pasar tentang masa depan.

DAPTAR PUSTAKA :

Abiad, Abdul. 2003. “Early Warning Systems: A Survey and a Regime-Switching Approach.”  
        IMF Working Paper 03/32, International Monetary Fund, Washington, DC.

Ades, Alberto, Rumi Masih, and Daniel Tenengauzer. 1998, GS-Watch: A New Framework for Predicting Financial Crises in Emerging Markets. Emerging Markets Economic Research, December. New York: Goldman Sachs.

Bank for International Settlements (BIS). 1999, Market Liquidity: Research Findings and Selected Policy Implications. CGFS Publications 11. Basel, Switzerland: Bank for International Settlements.

Berg, Andrew, and Catherine Pattillo. 1999. “Predicting Currency Crises: The Indicators Approach and an Alternative.” Journal of International Money and Finance 18(4): 561–86.

Bongini, Paola, Luc Laeven, and Giovanni Majnoni. 2002. “How Good Is the Market at Assessing Bank Fragility? A Horse Race between Different Indicators.” Journal of Banking and Finance 26(5): 1011–28.

Borio, Claudio. 2003. “Towards a Macroprudential Framework for inancial Supervision and Regulation?” BIS Working Paper 128, Bank for International Settlements, Basel, Switzerland. Available bat http://www.bis.org/publ/work128.pdf.

International Monetary Fund, 2003. Financial Soundness Indicators. Washington, DC: IMF Available at http://www.imf.org/external/np/sta/fsi/eng/2003/051403.pdf.

Jagtiani, Julapa, Kolari James, Catherine Lemieux, and Hwan Shin. 2003. “Early Warning Models for Bank Supervision: Simpler Could Be Better.” Federal Reserve Bank of Chicago Economic Perspectives 27(3): 49–60.

Manurung, Mandala dan Rahardja, Pratama, 2004, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter, Jakarta : FEUI

Mishkin, Frederick, 2001, The Economic of Money, Banking and Financial Markets, 6th
       Edition, Adisson Wesley

Mishkin, Frederick, and Stanley, G Eakins,  2001, Financial Market and Institutions,
       Adisson Wesley

Sahajwala, Ranjana, and Paul Van den Berg. 2000. “Supervisory Risk Assessment and Early Warning Systems.” Basel Committee on Banking Supervision Working Paper 2, Bank for International Settlements, Basel, Switzerland.